sumber gambar: perpuskampus.com |
Saat ini,
membeli barang tidak hanya dapat dilakukan dengan langsung pergi ke toko, tapi
juga bisa dilakukan dengan membeli secara daring lewat aplikasi. Karena lebih
praktis dan mudah dalam menemukan barang yang ingin dibeli, toko daring (online
shop) kini banyak diminati oleh masyarakat. Beragam e-commerce bermunculan
seperti tokopedia, bukalapak, shopee, lazada, jd.id, dan sebagainya. Jual beli
secara daring (online) merupakan suatu fakta baru di zaman sekarang. Lantas, bagaimana
hukum jual beli online itu menurut Islam?
Jual beli online
hukumnya mubah (boleh). Meski tidak bertemu secara langsung sehingga tidak
terjadi ijab dan qobul secara lisan (qoul), aktivitas transaksi online yang
dilakukan oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli) sudah dikatakan sah
karena mereka pada dasarnya telah melakukan ijab dan qobul lewat tindakan
(fi’il).
Meskipun hukum
asalnya mubah, kita harus teliti lagi tentang fakta-fakta lain yang terdapat
dalam jual beli online di e-commerce. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemilik
e-commerce akan selalu mengembangkan layanan baru untuk menarik masyarakat. Hal
ini akan menghasilkan fakta baru. Jika terdapat fakta lain dalam jual beli
online itu, maka bisa jadi akan memiliki hukum yang berbeda lagi dalam Islam.
Kita harus memahaminya agar paham hukumnya dalam Islam dan agar tidak terlibat
dalam aktivitas yang diharamkan oleh Allah SWT.
Setelah diamati
fakta dan dicari dalilnya, ternyata ada beberapa hal yang haram yang terdapat
dalam e-commerce. Nah, agar tidak salah dalam berbuat hingga menyebabkan dosa, yuk
simak penjelasannya berikut ini!
1. Awas
barang ribawi
Hal pertama yang
menjadikan transaksi jual beli online menjadi haram karena memperjualbelikan
barang-barang ribawi. Barang-barang ribawi itu hanya ada enam yaitu emas, perak,
gandum bur, gandung syair, kurma, dan garam. Penjualan dan pembelian keenam
barang ribawi ini harus dilakukan secara kontan dan langsung terjadi serah
terima. Maksudnya, ketika pembeli memberikan uangnya kepada penjual (jika
transaksinya menggunakan alat tukar uang) maka penjual seketika itu juga harus
langsung menyerahkan barangnya kepada pembeli. Tidak boleh menunggu beberapa
saat atau lebih lama lagi.
Hal tersebut
yang membuat hukum jual beli online keenam barang ribawi itu menjadi haram.
Sebab, ketika pembeli sudah membayar barang tersebut, penjual tidak bisa
langsung memberikan barang itu kepada pembeli seketika itu juga, melainkan
perlu dikirim dulu lewat ekspedisi.
Rasulullah
bersabda (yang artinya), “Uang dibarter dengan emas adalah riba, kecuali setelah
terjadi serah-terima. Gandum bur dibarter dengan gandum bur juga bisa riba,
kecuali setelah terjadi serah-terima. Gandum syair dibarter dengan gandum syair
juga bisa riba, kecuali setelah terjadi serah-terima. Kurma dibarter dengan
kurma juga bisa riba, kecuali setelah terjadi serah-terima.” (riwayat
at-Tirmidzi).
Dalam hadits
lain, Rasulullah juga bersabda (yang artinya), “Jika emas dibarter dengan emas,
perak dibarter dengan perak, gandum bur (gandum halus) dibarter dengan gandum
bur, gandum syair (kasar) dibarter dengan gandum syair, kurma dibarter dengan
kurma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika
benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan
tunai” (HR. Muslim 4147).
[catatan: ada yang menerjemahkan “sya’ir” sebagai gandum syair yaitu gandum
kasar atau gandum yang berkualitas rendah, tapi ada juga yang menerjemahkan
sebagai jewawut].
2. Dapat
“plus” setelah deposit
Fakta kedua yang
membuat transaksi belanja online menjadi haram ialah karena ada keuntungan
setelah isi saldo, misalnya isi saldo ke shopeepay. Biasanya, pembeli akan
mendapatkan potongan ongkos kirim dari Shopee dengan syarat harus menggunakan metode
pembayaran shopeepay. Pembeli bisa menggunakan metode pembayaran itu tentunya
harus deposit dulu. Fakta ini sama halnya seperti menabung di bank atau juga
deposit di gopay.
Karena telah “menabung”, nasabah kemudian mendapatkan keuntungan, misal mendapat hadiah/bunga (dari bank), potongan ongkos naik go-ride (di gojek), dan potongan ongkir (di shopee). Sebenarnya, disebut “menabung” dalam hal ini adalah nasabah meminjamkan/menghutangkan uangnya kepada perusahaan tersebut.
Dalam Islam, adanya manfaat setelah kita meminjamkan/menghutangkan uang kepada orang lain itu adalah riba. Rasulullah bersabda (yang artinya), “Setiap praktik pinjaman yang disertai dengan unsur mengambil manfaat (jasa) adalah riba.”
Meski demikian, bukan berarti menabung atau isi saldo gopay atau shopeepay mutlak haram. Isi saldo di e-wallet tersebut dan penggunaan saldo tersebut tetap menjadi mubah selama tidak mendapat nilai “plus” dari perusahaan. Misal, ketika shopee memberikan gratis ongkir dengan semua metode pembayaran (bisa lewat transfer antar bank, lewat shopeepay, atau lewat minimarket) selama tidak dikhususkan untuk shopeepay, maka hal itu menjadi mubah.
3. Metode
pembayaran COD
Cash on delivery
(COD) merupakan salah satu metode pembayaran dalam transaksi jual beli online
dengan cara pembeli membayar barang pada saat barang sudah tiba di tempat.
Fakta metode pembayaran COD ini ada dua macam, yaitu ada yang COD manual dan
ada COD lewat aplikasi e-commerce.
COD yang manual biasanya terjadi dalam jual beli di facebook, instagram, atau whatsapp. COD yang manual ini umumnya terjadi dalam satu kota, misal penjual dan pembeli sama-sama dari kota Surabaya. Kemudian penjual dan pembeli menyepakati tempat ketemuan untuk COD, misal ketemuan di lapangan. Pembeli dan penjual melakukan aqad jual beli setelah ketemuan di tempat tersebut. Di tempat itu, pembeli bisa langsung melihat barangnya dan bisa memilih antara lanjut membeli atau tidak jadi beli.
Terkait fakta COD manual ini, hukumnya mubah alias boleh. Alasannya ialah ketika barang diperlihatkan kepada pembeli, pembeli kemudian diberi hak untuk memilih antara melanjutkan membeli atau membatalkan.
Adapun fakta COD
yang kedua yaitu yang digunakan dalam e-commerce seperti di shopee, tokopedia,
dll. COD yang kedua ini hukumnya haram karena dua alasan.
Alasan pertama, pada
saat terjadinya aqad jual beli online, pihak penjual dan pembeli sama-sama
berutang yaitu penjual belum menyerahkan barangnya (karena masih harus dikirim
lewat ekspedisi dulu seperti ke JNT, JNE, Pos, dll) dan pihak pembeli juga
belum membayarkan uangnya (karena menunggu barangnya tiba di rumah).
Dalil
keharamannya ialah Rasulullah bersabda (yang artinya), “Rasulullah SAW telah
melarang jual beli dimana penjual dan pembeli sama-sama tidak tunai.”
Alasan yang kedua yang menjadikan COD ini haram ialah karena pembeli tidak diberi hak khiyar atau hak memilih antara melanjutkan membeli atau membatalkan. Ketika barang sudah diterima di rumah pembeli, maka pembeli harus sepakat dan membayar barang tersebut kepada kurir, tidak bisa dibatalkan. Padahal transaksi jual beli dalam Islam, pembeli harus diberi hak khiyar atau pilihan antara melanjutkan membeli atau membatalkannya pada saat barang diperlihatkan kepada pembeli.
4. Beli
sekarang bayar kemudian (paylater)
Pembayaran
dengan cara kredit / angsuran / cicilan juga harus diwaspadai dan diteliti
syarat dan ketentuannya. Hal itu agar kita tidak terjerumus kepada riba.
Dalam Islam,
membeli barang dengan pembayaran dengan cara dicicil / diangsur hukumnya mubah.
Pada umumnya, di dalam pembayaran secara kredit / dicicil / diangsur, harga
barang akan dinaikkan menjadi beberapa persen. Misal, harga normalnya Rp
100.000, jika lewat pembayaran kredit, harganya naik menjadi 120.000. Selama
kenaikan harga itu dianggap wajar, sudah dijelaskan di awal transaksi bahwa harganya menjadi sekian, dan tidak mengalami penambahan/pengurangan harga ketika dicicil di kemudian hari, maka hukumnya tetap mubah alias boleh.
Namun, fakta
kredit di bank atau pun di paylater (dalam e-commerce) tidak sesederhana itu.
Di sana ada syarat ketentuannya, termasuk di dalamnya ada bunga sekian persen
untuk pembayaran di bulan berikutnya. Adanya bunga membuat metode pembayaran
paylater hukumnya haram karena itu riba.
Tidak cukup di situ saja, keharaman paylater berikutnya karena adanya denda jika telat membayar. Mungkin ada e-commerce yang benar-benar menyediakan paylater dengan bunga 0%. Namun, biasanya e-commerce mempunyai aturan yaitu jika telat bayar cicilan, e-commerce akan memberikan denda berupa tambahan biaya. Denda itu juga termasuk riba.
Sekalipun ada yang menggunakan paylater dan berusaha untuk selalu bayar cicilan tepat waktu sehingga tidak kena denda, tetap saja itu haram. Mengapa? Dalam Islam, hukum suatu muamalah ditentukan oleh aqad di awal. Karena aturan di awal sudah ditetapkan bahwa jika telat bayar akan dapat denda. Sekalipun tidak pernah mendapat denda, tetap saja itu hukumnya haram.
***
Demikianlah
beberapa fakta dalam jual beli online beserta hukumnya dalam Islam. Artikel ini
penulis rangkum dari penjelasan Ustadz Shiddiq al-Jawi, seorang ulama ahli fiqih
muamalah kontemporer. Selain empat fakta terkait jual beli online di atas yang
sudah dibahas hukumnya, masih banyak lagi fakta-fakta lain yang ditemukan dalam
jual beli online yang juga perlu kita ketahui hukumnya. Hal itu agar kita tidak
melakukan aktivitas muamalah yang batil.
Contoh fakta
lainnya terkait jual beli online yaitu menjadi dropshipper. Bagaimana hukumnya menjadi
dropshipper? Hal tersebut telah dijelaskan oleh beliau dalam website-nya.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
fissilmi-kaffah.com dan laman lainnya yang menulis soal jawab Ustadz Shiddiq al-Jawi