Mendidik anak adalah perkara yang
tidak mudah, apalagi pada masa pandemi saat ini. Orang tua butuh kesabaran
ekstra untuk mendidik anaknya di rumah. Sebab, pada saat ini guru tidak bisa
mengajar secara langsung lantaran pandemi. Oleh sebab itu, tugas mendidik anak
secara langsung dan penuh kini berada di pundak para orang tua.
Karena begitu besarnya peran
penting yang diambil orang tua dalam mendidik anak di rumah, terkadang ada
beberapa orang tua yang mendidik anak dengan menggunakan cara kekerasan. Cara
kekerasan yang dimaksud ini bisa berupa kekerasan verbal (misalnya dengan
membentak atau sejenisnya) maupun cara kekerasan fisik (misalnya dengan memukul
atau sejenisnya).
Menurut mereka, mendidik anak
dengan cara kekerasan itu cukup dibilang efektif. Tapi, tahukah Anda, para
orang tua, mendidik anak dengan cara kekerasan itu lebih banyak dampak negatif
dibandingkan dampak positifnya.
Dampak positif dari mendidik anak
dengan cara kekerasan setidaknya hanya satu. Dampak ini pun hanya bisa
dirasakan sesaat saja. Dampak tersebut ialah si anak akan mudah manut atau
patuh kepada orang tua. Pasalnya, si anak merasa takut dihukum sehingga dia
akan memilih keadaan aman dengan manut atau patuh kepada orang tuanya.
Di sisi lain, mendidik anak dengan
menggunakan cara kekerasan ternyata memiliki banyak sekali dampak negatif.
Sebagai seorang guru yang juga terlibat dengan aktivitas wali kelas, penulis
mengetahui langsung hal-hal yang dialami oleh para anak atau siswa yang dididik
dengan cara kekerasan oleh orang tuanya. Berikut ini penulis jabarkan dampak
negatif tersebut.
1. Menjadi penakut dan
tertutup saat di dalam
Dampak negatif yang pertama dari
mendidik anak dengan cara kekerasan adalah membuat anak menjadi penakut saat di
rumah. Anak akan takut terhadap orang tuanya karena sifat orang tuanya yang
dirasa keras oleh si anak. Namun, dampak negatif pertama ini tidak hanya
sebatas membuat anak menjadi penakut lho.
Si anak akan memilih untuk
mencari aman agar tidak mendapatkan perlakukan keras dari orang tuanya.
Akibatnya, anak tersebut akan memilih menjadi pendiam atau tertutup. Dia tidak
ingin mendapatkan resiko buruk dari aktivitasnya yang banyak tingkah di depan
orang tuanya. Jadilah dia memiliki sifat yang pendiam dan tertutup di hadapan
orang tuanya.
Sekilas anak yang pendiam ini
menguntungkan bagi orang tua karena orang tua tidak akan banyak tenaga saat
membersamai anak, baik saat santai, belajar, dan sebagainya. Namun, tahukah
Anda, para orang tua, sifat ini tidak hanya berhenti di sini saja. Sifat
pendiam sebagai hasil dari mendidik anak dengan cara kekerasan ini akan
menghasilkan hal negatif dan lebih dominan menumbuhkan kekurangan-kekurangan pada
anak dibandingkan menumbuhkan kelebihannya.
2. Tetap menjadi pendiam atau
bahkan bandel saat di luar
Setiap anak memiliki kekuatan
mental yang berbeda-beda saat menerima pendidikan dengan cara kekerasan dari
orang tuanya. Adakalanya penulis dapati langsung seorang siswa menjadi penakut
bukan hanya di rumah, tapi juga di sekolah. Hal itu sebagai akibat dari cara
orang tua yang mendidiknya dengan kekerasan.
Berbeda halnya dengan anak yang memiliki
mental yang kuat, ia akan lebih bandel atau sulit diatur saat berada di
lingkungan luar rumah, seperti di sekolah. Alasannya, si anak akan merasa bebas
untuk melakukan apapun jika berada di
luar rumah tanpa adanya kekangan atau perlakukan kasar dari orang tuanya.
Lebih lanjut, dampak negatif dari
mendidik anak dengan cara kekerasan ini ialah si anak akan cenderung berkuasa
saat berada di luar rumahnya. Pada dasarnya, hal itu sebenarnya wajar dimiliki
setiap anak. Sebab, setiap orang memiliki naluri untuk mempertahankan
eksistensi diri (gharizah baqo’). Naluri ini membuat seseorang melakukan segala
upaya agar bisa mempertahankan harga diri, bertahan hidup, dan bisa eksis.
Meskipun demikian, satu hal yang
menjadi tidak wajar ialah keinginan untuk berkuasa ini kerap diiringi dengan
perbuatan-perbuatan negatif, seperti berbuat onar, usil, dan sebagainya. Hal
itu sebagai bentuk pelampiasan dari anak terhadap perlakuan yang diterimanya di
rumah. Maka dari itu, ia akan melampiaskannya kepada orang lain yang ia nilai
lebih lemah dari dirinya.
Tolong para orang tua untuk lebih
bersabar dalam mendidik anaknya dengan tanpa kekerasan. Kami selaku guru di
sekolah menjadi pihak yang juga terdampak dari cara Anda mendidik anak dengan
kekerasan. Perlu Anda ketahui, para guru tidak mudah membalikkan perilaku anak menjadi
positif jika pendidikan di rumah tetap saja dengan cara kekerasan.
Pengalaman penulis beberapa kali
mendapati siswa yang sulit diatur di sekolah lantaran pendidkan yang
diterimanya di rumah dengan cara kekerasan. Bahkan, ada juga cerita orang tua
memindahkan sekolah anaknya karena dia menganggap para guru di sini tidak mampu
mendidik dan memperbaiki sifat anaknya.
Hmmm.... Padahal mengubah seseorang
itu bukan hal yang instan. Bahkan, penulis dapati informasi bahwa sehari anak
itu pindah sekolah, pada hari itu juga ia telah membuat seorang siswi di
sekolah barunya itu menangis karena ulahnya. Hadeuh! Semoga orang tua seperti
ini bisa segera sadar dan berubah ya!
3. Potensi tidak berkembang
Dampak negatif selanjutnya ialah
membuat potensi anak tidak berkembang. Perlu diketahui bahwa potensi manusia
itu ada tiga, yaitu (1) akal; (2) kebutuhan jasmani; dan (3) kebutuhan naluri.
Adapun kebutuhan naluri itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu (a) naluri
beragama (gharizah tadayyun); (b) naluri mencintai atau menyayangi (gharizah
nau’); dan (c) naluri mempertahankan eksistensi diri (gharizah baqo’).
Jika dikaitkan dengan pembahasan dalam
artikel ini, orang tua yang mendidik anak dengan cara kekerasan itu pada
dasarnya telah mencoba menghancurkan naluri mempertahankan eksistensi diri
(gharizah baqo’). Wujud dari naluri ini ialah membuat seseorang melakukan
segala upaya agar bisa mempertahankan harga diri, bertahan hidup, dan bisa
eksis. Semua itu bisa terwujud jika seseorang tidak merasa terancam.
Karena mendidik dengan cara
kekerasan inilah, seorang anak akan selalu merasa terancam terhadap perlakuan orang
tuanya. Akibatnya, naluri ini tidak bisa disalurkan secara maksimal. Akibat
selanjutnya ialah jiwa kepemimpinan si anak akan lemah karena ia akan dibayang-bayangi
rasa takut atau karena dia begitu penurut (karena keinginan mencari aman)
sehingga tidak bisa memimpin orang lain. Akibat yang lainnya ialah si anak
menjadi kurang rasa percaya diri. Si anak juga akan cenderung emosional karena
naluri ini selalu dikekang di rumah.
Bukan hanya itu saja, dampak
negatif lainnya ialah bisa menghancurkan naluri mencintai atau menyayangi
(gharizah nau’). Naluri ini ada di dalam diri manusia dengan wujud perasaan
sayang dan cinta. Jika orang dewasa, wujud naluri ini ialah mencintai pasangan
(suami / istri). Sedangkan, untuk anak-anak, wujud naluri ini ialah menyayangi
orang tuanya. Namun, anak yang selalu dididik dengan cara kekerasan itu akan
berdampak pada hancurnya naluri ini. Mungkin saja akibatnya tidak dirasakan
sekarang. Namun, bisa jadi dampak itu akan dirasakan pada masa yang akan
datang.
Penulis juga dapati fakta dari
seorang anak saudara bahwa anak tersebut berkeinginan membalas perbuatan buruk
bapaknya jika sudah dewasa kelak. Bahkan, hal yang esktrem ialah anak tersebut
berkeinginan untuk membunuh bapaknya. Astaghfirullah. Fakta ini tentunya akibat
dari orang tua yang mendidikan anak dengan cara kekerasan.
Demikianlah dampak dari mendidik
anak dengan cara kekerasan. Pada intinya, mendidik anak dengan cara kekerasan
lebih dominan dampak negatifnya. Jadi, yuk para orang tua, kita berbenah untuk
memperbaiki cara mendidik buah hati kita dengan cinta, bukan dengan cara
kekerasan.