Suku Madura
adalah salah satu suku bangsa asli dari Indonesia yang banyak mendiami pulau
Madura dan wilayah Tapal Kuda Provinsi Jawa Timur. Sebagai suku bangsa terbesar
keempat setelah Jawa, Sunda, dan Bali, suku Madura tentu memiliki karakteristik
tersendiri yang unik yang membedakan dengan suku yang lainnya. Berikut ini
karakteristik suku Madura berdasarkan pengetahuan penulis yang sekaligus
sebagai orang Madura.
1. Menjunjung
Tinggi Harga Diri
Setiap suku
bangsa pastinya memiliki harga diri yang harus dijunjung tinggi sebagai bentuk
perwujudan dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqo’). Semua orang yang
dihina pasti akan marah, baik marah sebatas di hati atau dengan melakukan aksi.
Namun, satu hal yang membedakan yaitu suku Madura memegang prinsip peribahasa
lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata yang artinya lebih baik mati
daripada malu.
Implementasi
dari prinsip tersebut ialah saat mereka dihina, mereka akan malu. Pada saat
itulah, orang madura akan melawan orang yang menghinanya. Jika pada umumnya
orang yang bertengkar disebut berkelahi, maka istilah yang dipakai di suku ini
adalah carok. Istilah ini berarti berkelahi dengan menggunakan senjata khas
Madura yaitu celurit dan berakhir jika salah satu pihak mati terbunuh.
Seiring dengan
perkembangan zaman, banyak orang Madura yang mulai mengenyam pendidikan, mulai
mengerti agama terutama agama Islam, dan mulai mengerti tentang hukum, tradisi
carok ini sudah mulai luntur. Tetapi, mereka pada dasarnya tetap bereaksi jika
dihina atau dibuat malu atau dibuat marah meskipun tidak sampai mengajak carok.
Hal ini pernah saya temui langsung di masyarakat.
2. Mayoritas
Beragama Islam
Masyarakat suku
Madura hampir 100% memeluk agama Islam. Bahkan, agama ini telah mengubah mereka
ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, dengan Islam, orang Madura belajar
bersabar saat dihina atau marah sehingga tidak sampai carok. Islam juga
memengerahui budaya mereka. Sebagai contoh, setiap rumah adat Madura yaitu
tanean lanjhang pasti memiliki mushola yang digunakan tempat untuk sholat,
tasyakuran, dan sebagainya. Selain itu, masyarakat Madura dikenal rajin dan
taat terhadap perintah agama. Seperti yang pernah saya ketahui dan saksikan,
mereka banyak mendirikan pondok pesantren. Sebagian dari mereka juga berusaha
untuk menabung agar bisa berangkat ke baitullah untuk menunaikan ibadah haji.
3. Memuliakan
Tamu
Salah satu sifat
yang patut ditiru dari suku Madura adalah suka memuliakan tamu. Setiap ada tamu
yang datang, orang Madura pasti akan menyiapkan makanan berat (bukan hanya
kudapan / snack), apalagi tamu yang jauh. Satu hal yang harus Anda ketahui
bahwa orang Madura akan merasa terhormat jika si tamu mau menghabiskan makanan
yang disajikannya. Jika tidak dihabiskan atau tidak dimakan sedikit pun, bagi
mereka hal itu tidak menghormatinya sehingga membuat pemilik rumah berpandangan
negatif kepada tamu tersebut. Jadi, jika Anda bertamu di rumah orang Madura dan
disuguhi sepiring nasi, Anda harus menghabiskan itu. Jangan sampai tersisa ya,
hehehe.
4. Sebutan Sanggit
Suku Madura
menggunakan bahasa Madura dalam berkomunikasi sehari-hari. Adapun bahasa ini
memiliki empat dialek besar, yaitu dialek Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep, dan Kangean. Setiap dialek-dialek ini memiliki sedikit perbedaan atau
variasi bahasa. Bagi orang Madura, mendengarkan orang Madura lain yang
bahasanya agak berbeda itu adalah aneh. Sebagai contoh, jika ada orang Madura
dialek Sumenep berbicara atau mendengarkan orang Madura dialek Sampang, maka
masing-masing dari mereka akan mengecap lawan bicaranya dengan sebutan sanggit
(aneh).
5. Rajin dan
Pekerja Keras
Orang Madura
sangat rajin dalam bekerja. Meskipun penghasilannya minim, namun mereka tetap
tekun menjalani pekerjaannya. Bahkan, sekecil apapun penghasilannya, ada juga
orang Madura yang masih bisa menabung hingga sampai bisa menunaikan ibadah
haji. Mereka harus rajin dan menjadi pekerja keras supaya bisa mencukup
kebutuhan keluarganya agar tidak sampai mengemis atau meminta-minta yang bisa
menjatuhkan harga diri.
6. Peduli
Terhadap Sesamanya
Orang Madura
memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama orang Madura. Mereka
sangat care dengan sesama orang Madura dengan saling berbagi makanan. Bagi
mereka, jika ada seseorang (misal si A) mendapat pemberian (biasanya berupa
makanan) dari orang lain (misal si B), maka dalam benak si A akan merasa
berkewajiban untuk membalas pemberian si B. Termasuk juga dalam berkunjung atau
bertamu, ada saling balas-berbalas.
Rasa
solidaristas itu semakin kuat jika sedang di luar kampung halamannya, seperti
di perantauan. Jika ada dua orang Madura atau lebih bertemu di perantauan, maka
ikatan, rasa simpati, dan empati muncul sebagai sesama orang Madura. Mereka
biasanya menyebut tretan dibik (saudara sendiri). Meskipun demikian, bukan
berarti mereka tidak care dengan selain orang Madura lho ya.
7. Tegas dan
Blak-Blakan
Jika orang Jawa
pandai menyembunyikan amarah supaya tidak terjadi pertengkaran sebagaimana
filosofi blangkon yang mereka pakai, maka berbeda lagi dengan orang Madura.
Apabila ada unek-unek, orang Madura langsung menyampaikannya kepada orang yang
dituju. Termasuk juga jika dia marah kepada seseorang, maka marahnya dia itu
disampaikan kepada orang tersebut. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua
orang Madura ya. Tetapi pada intinya, mereka tidak malu-malu jika ingin
menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
8. Stereotip
dan Gaya Bicara
Setiap suku
bangsa pastinya memiliki stereotip yang dibuat oleh orang luar atas
penginderaan yang tidak lengkap dan mendalam. Salah satu stereotip dari orang
luar kepada orang Madura adalah orang Madura itu pemarah. Rupanya hal ini yang
menjadikan orang luar takut kepada orang Madura, terlebih dengan adanya istilah
carok yang pernah mereka dengar. Anggapan ini belum sepenuhnya benar ya. Sebab,
alasan mereka memberikan stereotip itu didasarkan pada gaya bicara orang Madura
yang keras (volumenya) terdengar seperti orang berteriak dan marah.
Gaya bicara
orang Madura memang terdengar keras (volumenya). Bahkan mereka yang niatnya
hanya mengobrol dua orang, beberapa orang tetangganya bisa mendengar obrolan
mereka. Meskipun demikian, bukan berarti mereka itu sedang marah lho ya. Hal
itu sudah menjadi kebiasan bagi orang Madura.
Akibat stereotip
ini, pernah ada seseorang (berasal dari Jogja) yang bercerita kepada saya
tentang ketakutannya kepada orang Madura saat pertama kali tinggal di wilayah
tapal kuda. Saat dia makan di warung milik orang Madura dan ingin memesan
segelas minuman. “Buk, air teh satu ya,” katanya. Kemudian si ibu tersebut
menyampaikan kepada suaminya dengan bahasa Madura “Pak, teh sittong.” Seketika
itu juga orang tersebut sangat ketakutan karena dikira akan diambilkan air teh
satu gentong. Anggapannya, jika teh satu gentong itu tidak dihabiskan, akan
membuat orang Madura marah dan mengajaknya untuk carok. Hahaha....
9. Lucu dan
Konyol
Satu hal yang
tidak boleh ketinggalan ialah cerita-cerita lucu dan konyol sehubungan dengan
orang Madura yang saya dapati dan ketahui sendiri. Saat ada orang Madura yang
tidak begitu lancar menguasai bahasa kedua (seperti bahasa Jawa atau bahasa
Indonesia), terkadang ada saja kelucuan yang terjadi. Kelucuan itu bisa berupa
membahasa-Indonesiakan kata-kata dalam bahasa Madura atau pun sebaliknya,
membahasa-Madurakan kata-kata dalam bahasa Jawa/Indonesia.
Cerita kelucuan
tersebut misalnya, ada seorang perempuan membeli kerupuk dengan memakai bahasa
Indonesia, pemilik tokonya mengatakan, “kerupuknya ayam, mbak”. Dia berpikir
dalam perjalanannya menuju pulang, maksud perkataan pemilik toko tersebut.
Karena dia juga mengerti bahasa Madura, akhirnya dia sadari bahwa maksud
pemilik toko itu adalah kerupuknya bukan dimakan ayam, tetapi kerupuknya
melempem (tidak renyah lagi). [Pemilik warung tadi mengatakan ayam padahal
maksudnya adalah ayem dalam bahasa Madura]. Wkwkwk.
Cerita lain yang
pernah saya dapatkan yaitu ada orang Madura yang ingin membeli sesuatu di
warung dan pemilik warungnya mengatakan dalam bahasa Jawa bahwa barang tersebut
habis. “Entek,” katanya. Berhubung pembelinya tidak mengerti bahasa Jawa,
sehingga dia mengira pemilik warung mengatakan “Dentek” (artinya: tunggu).
Akhirnya dia menunggu hingga agak lama, wkwkwkwk.
Selain itu,
orang Madura ahli dalam mengubah lirik lagu, apalagi lagu India, hehehe. Anda
bisa mendengarkan lagu-lagu dangdut hasil gubahan mereka terhadap lagu India.
Jika mengerti arti liriknya, Anda pasti akan tertawa.
10. Kewajiban
Orang Tua Terhadap Anak Perempuannya
Perempuan suku
Madura akan selalu tinggal bersama orang
tuanya. Jika dia menikah, maka orang tuanya akan membangunkan rumah di samping
atau perempuan tersebut tinggal serumah dengan mereka. Hal ini sudah menjadi kewajiban bagi orang
tua jika memiliki anak perempuan. Nah, bagi Anda yang mendapat jodoh istri
Madura, maka Anda akan tinggal bersama keluarga si istri.
11. Makanan
Asin dan Pedas
Jika berhubungan
dengan makanan, ciri khas dari makanan orang Madura asli adalah berasa agak
asin. Hal itu mungkin karena faktor geografis bahwa orang Madura berasal dari
Pulau Madura yang keempat kabupatennya dikelilingi oleh laut. Selain itu, orang
Madura juga suka makanan pedas. Bagi Anda, orang luar yang baru pertama bertamu
ke rumah orang Madura, bersiaplah mencicipi makanan dengan cita rasa yang agak
asin ya. Hehehe.
12. Nama
Berubah Setelah Punya Anak
Satu lagi budaya
orang Madura adalah nama seseorang akan berubah saat mempunya anak. Mereka akan
memangil orang lain dengan nama anak pertamanyanya. Sebagai contoh, seseorang
suami istri bernama Abdul dan Siti, kemudian punyai anak pertama bernama Hamid.
Maka, selanjutnya dia akan dipanggil Pak Hamid dan Bu Hamid. Inilah salah satu
bukti kalau Islam sangat berpengaruh dan melekat dalam suku Madura ini.
13. Saudara
karena Silaturahim
Tradisi lainnya
dari masyarakat Madura ialah suka menyambung tali persaudaraan atau silaturahim
dengan cara saling berkunjung ke rumah saudaranya. Mereka satu sama lain merasa
dianggap saudara jika saling berkunjung atau bertamu. Bahkan, orang lain yang bukan
saudara sekali pun akan dianggap saudara jika menjalin ikatan dengan saling
berkunjung ke rumah. Begitu pula sebaliknya, saudara dekat juga bisa dianggap
orang asing jika tidak pernah berkunjung ke rumah saudaranya.
14. Sebutan Kakak-Adik
Pada umumnya,
sebutan kakak-adik ditentukan dari faktor umur. Jika umurnya lebih tua, ia akan
dipanggil kakak. Sebaliknya, jika umurnya lebih muda, ia akan dipanggil adik. Namun,
hal itu tidak berlaku secara umum dalam budaya Madura. Sebutan kakak-adik karena
faktor usia berlaku untuk saudara kandung dan orang asing saja. Adapun antar
sepupu, penyebutan kakak-adik ditentukan dari usia orang tuanya. Misal, usia kita
lebih tua daripada usia sepupu kita tapi orang tuanya (paman/bibi kita) berusia
lebih tua daripada orang tua kita, maka kita memanggil sepupu kita itu dengan
sebutan kakak. Begitu pula sebaliknya.
Demikian karakteristik orang Madura. Selain di atas, masih banyak lagi karakteristik- karakteristik lain dari orang Madura. Satu hal yang pasti, tidak semua orang Madura memiliki karakteristik lengkap seperti di atas, tetapi ada yang memilikinya sebagian. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh faktor lain. Semoga dengan mempelajari ini, kita bisa lebih dekat mengenal karakteristik orang Madura agar tidak salah paham lagi ya.