Masa anak-anak merupakan masa
seorang insan senang melakukan eksplorasi terhadap sesuatu yang baru. Mereka
tertarik untuk mengetahui dan mengenal hal-hal yang mereka anggap baru.
Karenanya, mereka akan banyak tingkah saat melakukan eksplorasi tersebut.
Sebagai orang tua, terkadang
sebagian dari kita merasa kewalahan terhadap tingkah anak pada saat melakukan
eksplorasi. Biasanya anak melakukan eksplorasi yang normal. Namun, terkadang
juga mereka melakukan eksplorasi yang aneh-aneh.
Perlu kita sadari, pada masa
kecil ini, anak yang normal ialah anak yang banyak tingkah (baca: aktif)
melakukan eksplorasi. Kita harus bersyukur jika anak kita seperti itu. Hal itu
menunjukkan kalau anak kita itu normal. Meskipun di lain sisi, tenaga kita
harus terkuras saat membersamai mereka melakukan eksplorasi.
Saat anak melakukan eksplorasi,
kita terkadang melarang mereka untuk melakukan aktivitas tersebut karena
alasan-alasan tertentu. Meskipun alasan pelarangan itu ada yang berbeda-beda,
tapi ada satu hal yang sama yaitu kata larangan yang kita ucapkan. Pada
umumnya, kita melarang anak cukup dengan mengucapkan kata “JANGAN” atau “TIDAK
BOLEH”.
Nah, tahukah para orang tua, anak
itu adalah insan yang masih belum tahu apa-apa tentang aktivitas yang dilarang
itu. Mereka belum tahu apakah aktivitas itu aman atau berbahaya atau lainnya.
Maka dari itu, kita perlu mengubah cara kita saat melarang anak dengan tidak sebatas
mengucapkan kata “Jangan” atau “Tidak Boleh”. Kita perlu menambahkan “JURUS”
saat melarang anak agar larangan kita ampuh sehingga membuat mereka tidak
melakukan aktivitas itu lagi. Berikut ini penjelasannya.
1. Berikan penjelasan dan pemahaman
Saat anak melakukan eksplorasi,
adakalanya anak melakukan sesuatu yang berbahaya. Berbahaya yang dimaksud mulai
dari yang terkecil yaitu menyebabkan kerusakan (sesuatu yang ada di rumah)
hingga mengancam kesehatan dan keselamatan. Pada saat seperti itu, para orang
tua perlu memberikan penjelasan bahwa aktivitas yang mereka lakukan itu
berbahaya. Berikan juga pemahaman tentang efek yang akan ditimbulkan jika terus
melakukan aktivitas tersebut.
Bagi orang tua, mungkin cara
seperti ini terlalu bertele-tele dan anak kecil tidak akan langsung mengerti. Namun,
kita harus sadari bahwa mendidik anak itu butuh proses, tidak sekali diajari,
mereka langsung mengerti. Jika secara kontinu kita memberikan penjelasan dan
pemahaman, lama kelamaan anak akan mengerti juga.
Tahukan kita, cara ini lebih
efektif (meski hasilnya agak lama) daripada hanya sebatas mengucapkan kata “jangan”
atau “tidak boleh”. Sebab, jika penjelasan yang kita berikan itu sudah tertanam
di benak si anak, hal itu lebih terjaga kuat dan selalu menjadi dasar bagi anak
untuk tidak melakukan aktivitas tersebut.
2. Orang tua harus konsisten
Jika orang tua sudah memberikan
penjelasan dan pemahaman seperti yang sudah dibahas di poin 1, langkah
selanjutnya ialah orang tua harus konsisten dengan pelarangan tersebut. Jangan karena
sedang lelah atau sibuk, orang tua akhirnya tidak lagi melarang aktivitas yang
dilakukan anak. Begitu pula, orang tua jangan sekali-kali melanggar larangan
sendiri.
Jangan karena pihak yang berkuasa,
orang tua justru bertindak seenaknya, seperti melakukan sesuatu yang sesuatu
itu tidak boleh dilakukan anaknya. Misalnya, saat orang tua melarang anak agar
tidak makan permen, selain memberikan penjelasan dan pemahaman tentang dampak negatif
dari kebanyakan makan permen terhadap gigi, orang tua juga perlu konsisten dengan
tidak ikut makan permen.
Satu keadaan yang menjadi kendala
ialah saat berada di rumah kakek/nenek atau di rumah orang lain. Pada saat
seperti itu, orang luar terkadang mengacaukan aturan. Anak yang awalnya sudah
kita beri penjelasan dan pemahaman untuk tidak makan permen, namun orang luar
justru memberinya permen.
3. Biarkan anak bereksplorasi
jika hal itu tidak berbahaya
Kita harus sadari bahwa usia batita
atau balita adalah usia dimana mereka banyak melakukan eksplorasi. Itulah
sebabnya mereka banyak tingkah (baca: aktif). Sering ditemukan orang tua selalu
melarang anaknya untuk bereksplorasi (bahasa sederhananya itu: bermain). Padahal
anak-anak sangat ingin bereksplorasi.
Maka dari itu, orang tua harus menyadari
akan hal ini. Biarkan anak bereksplorasi selama aktivitas yang mereka lakukan
itu tidak berbahaya atau menimbulkan dampak negatif. Sekalipun anak melakukan
aktivitas yang mendekati bahaya, (misalkan: suka naik kursi / meja), orang tua
jangan keburu melarangnya. Dampingi dan awasi anak selama melakukan aktivitas
itu. Karena aktivitas seperti itu pada dasarnya juga melatih keberanian anak. Jika
terus-terusan dilarang, bagaimana bisa anak terlatih keberaniannya.
4. Utamakan reward,
bukan punishmen
Sebagian orang tua mendidik anak
dengan lebih mengutamakan hukuman jika anak melakukan kesalahan sehingga tidak
pernah memberikan sedikitpun penghargaan saat anak melakukan kebenaran. Model pendidikan
seperti ini adalah pendidikan yang salah kaprah, apalagi jika objeknya itu
anak-anak. Allah SWT saja tidak pernah memberikan dosa kepada anak yang belum
baligh. Itu artinya Allah tidak memberikan hukuman kepada mereka. Maka, kita,
orang tua sebagai makhluk, tentunya jangan melebihi dari aturan yang telah Al-Khaliq tetapkan.
Saat anak melakukan aktivitas yang
baik atau benar sekecil apapun itu, berikan penghargaan meski hanya sebatas
kata-kata, seperti ucapan terima kasih atau pujian kepadanya. Apabila anak
melakukan aktivitas kebaikan yang agak besar, berilah penghargaan yang lebih
besar lagi, seperti diberi hadiah.
Anak-anak itu sama seperti kita,
jika disanjung, mereka juga akan senang karena itu wujud dari naluri mempertahankan
eksistensi diri (gharizah baqo’). Sedangkan, anak yang sering dihukum justru
akan menghancurkan naluri tersebut pada dirinya. Akibatnya, potensi anak tidak
berkembang. Akhirnya, jadilah ia orang yang tidak punya jiwa kepemimpinan, tidak
percaya diri, emosional, dan sebagainya.
Terkait poin 4 ini, sudah saya singgung di artikel parenting sebelumnya.
5. Berikan kalimat positif
(motivasi), bukan ditakut-takuti
Saat kita hendak melarang anak
melakukan eksplorasi yang berbahaya atau yang berdampak negatif, janganlah kita
melarangannya dengan cara ditakut-takuti. Selain memberikan penjelasan dan
pemahaman, alangkah baiknya kita juga berikan kalimat positif kepada anak.
Sebagai contoh, saat anak kecil
mencoba membantu orang tua membawa piring beling. Orang tua jangan melarangnya dengan
menakut-nakuti “Awas, kalau pecah nanti dicubit”, tapi sampaikan kalimat positif atau
motivasi “Adek, nanti kalau sudah agak besar, adek pasti bisa bawa piring ini,
sekarang biar umi yang membawakannya ya!”.