| gambar diedit dari www.gataka.fr |
Baru-baru ini
publik dibuat geger karena cuitan seorang pegiat media sosial yang patut diduga
telah menghina agama Islam. Dalam cuitannya di twitter, pemilik akun @FerdinandHaean3
menuturkan bahwa orang-orang yang membela Allah berarti menganggap bahwa Allah
mereka lemah. “Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela,” tulisnya.
Selanjutnya, orang
yang di bio twitternya tertulis kata-kata “Tidak Beragama Tapi berTuhan” dan
kemudian diubah “Tak Mengejar Surga | Masih Berbuat Dosa” itu mengemukakan bahwa
Allah-nya maha segalanya sehingga tak butuh dibela. “Kalau aku sih Allahku luar
biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela,”
ungkapnya.
Cuitannya itu
banyak dibanjiri kritik dari berbagai pihak. Hal itu karena cuitannya dinilai
telah melakukan pelecehan agama. Dalam tulisan ini, saya ingin menanggapi
cuitan tersebut ke dalam tiga poin berikut ini.
Pertama, memang
benar Allah subhanahu wa ta’ala tidak butuh dibela. Sebab, Dialah Al-Jabbar,
Sang Maha Kuasa atas segalanya. Tidak akan terjadi apapun di dunia ini kecuali
atas izinnya. Dialah Al-Muhyii dan Al-Mumiit, Yang Maha Menghidupkan dan Yang
Maha Mematikan. Dia bisa saja mencabut nyawa atau membiarkan hidup orang-orang
yang telah melakukan penghinaan kepada-Nya. Dialah Al-Majiid, Dzat Yang Maha
Mulia, sekalipun banyak manusia yang menghinaNya atau tidak lagi menyembahNya,
hal itu tidak akan menghilangkan kemuliaan dari-Nya.
Kedua, Allah
subhanahu wa ta’ala maha segalanya, Dialah pemilik 99 asmaul husna. Dia adalah
Al-Kholiq, Sang Pencipta alam semesta, kehidupan, dan manusia. Dia bukanlah
makhluk. Makhluk memiliki sifat lemah, terbatas, serba kurang, dan saling
membutuhkan. Makhluk itu lemah, tidak bisa berkuasa terhadap semua hal. Makhluk
itu terbatas umur dan, fisiknya. Makhluk itu serba kurang dan saling
membutuhkan antar sesamanya,
Sedangkan,
Al-Kholiq tidak boleh memiliki dan tidak mungkin memiliki sifat-sifat makhluk.
Allah tidak lemah sehingga Dia Maha Kuasa atas segalanya. Allah tidak terbatas
sehingga Dia Azali, tidak berawal dan tidak berakhir, tidak dilahirkan dan
tidak pula meninggal. Allah tidak serba kurang dan tidak saling membutuhkan
sehingga Dia Al-Ahad, Esa, tidak lebih dari satu, tidak membutuhkan Tuhan yang
lain, tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan.
Ketiga,
manusialah yang justru butuh pengakuan dari Allah. Sebagai makhluk (ciptaan)
dan sebagai seorang hamba, manusia sangat butuh diakui keimanannya oleh Allah.
Sungguh sangat nestapa bagi seorang manusia yang mengaku muslim, mengaku
beriman kepada Allah, namun ternyata Allah tidak mengakui keimanannya. Untuk
itu, agar manusia diakui keimanannya oleh Allah, dia harus membuktikan
keimanannya.
Iman ibarat
cinta yang tidak hanya sebatas diucap tapi juga harus dibuktikan dengan
tindakan. Iman kepada Allah berarti cinta kepadaNya, bersedia menaati
perintahNya, menjauhi laranganNya, serta membelaNya bila dihina. Namun, perlu
diketahui, pembelaan dari seorang hamba kepada Allah saat Dia dihina bukan
berarti Allah lemah. Lebih tepatnya, Allah memberikan kesempatan bagi hambaNya
untuk membuktikan keimanannya. Saat orang yang kita cintai dihina, kita pasti
sakit hati dan akan membelanya. Maka, sudah sepatutnya ketika Allah, rabbul
alamiin dihina oleh para penghina agama ini, kita lebih sakit hati lagi dan
lebih membelaNya lagi.
Jadi,
kesimpulannya ialah membela Allah bukan berarti kita membuktikan bahwa Allah
lemah karena butuh dibela. Akan tetapi, membela Allah adalah salah satu cara
membuktikan bahwa kita cinta kepadaNya saat Dia atau syariatNya dihina oleh
para penghina laknatullah yang semakin marak terjadi di zaman sekarang dalam
sistem demokrasi yang rusak ini.